Peran Ummat Islam dalam Membentuk Kesalehan Multikultural


Created by Dina Handrayani
1.      Pendahuluan
Kekerasan, pertentangan, permusuhan, dan kerusuhan selalu menghantui bangsa kita. Hal ini tidak pernah berujung dan seolah-olah menjadi fenomena yang eksesif yang selalu berlangsung di semua ranah kehidupan. Fenomena tersebut terjadi karena Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keragaman baik itu keragaman budaya, adat istiadat, ras, etnik dan keragaman lainnya. Kerusuhan demi kerusuhan bermunculan di penjuru daerah, seperti kejadian yang tidak bisa kita lupakan, di antaranya: 1) Tragedi di Sampit (2001) yang bermula dari konflik antara kelompok etnis Dayak dan Madura yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah. Akibat dari kerusuhan ini menelan korban sebanyak 469 orang. 2) Konflik Maluku yang terjadi akibat latar belakang perbedaan agama yakni Islam dan Kristen, kejadian ini hingga menelan korban sebanyak 8-9 ribu orang tewas. 3) Kekerasan yang terjadi di Cikeusik Pandeglang, Banten yaitu pertentangan dan pembelaan antara “sesat dan menyesakan” atas aliran Ahmadiyah yang berunjung pada aksi penyerbuan dan pembunuhan pada pengikutnya. (Okezone News, Kamis 25 Februari 2016).
Dari kasus-kasus tersebut dapat menggambarkan bahwa Indonesia masih berada dalam garis keprihatinan kemajemukan pada bangsa kita. Tidak bisa dipungkiri hal itu karena keragaman yang dimiliki oleh Indonesia itu sendiri. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam pidatonya di Barus, Sumatera Utara mengatakan bahwa Indonesia ada sedikitnya 7,14 suku, 1.100 bahasa dan 300 kelompok etnis (Harian Kompas, Sabtu 25 Maret 2017). Kemudian Indonesia juga memiliki agama yang beragam, menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 bahwa Indonesia memiliki 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu cu, 0,13% agama lainnya dan 0,38% tidak terjawab. (Badan Pusat Statistik, 2010).   
Dari data di atas menyatakan bahwa Indonesia sangat beragam, baik itu dalam keragaman agama maupun budayanya itu sendiri. Inilah  yang menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik-konflik di Indonesia. Namun, dibalik konfik yang terjadi keragaman merupakan aset kekayaan khasanah budaya bangsa. Sehingga banyak sekali yang kagum akan keragaman yang di miliki oleh Indonesia. Karell Stenbrink sejarawan Belanda mengatakan bahwa “Dunia memuji terhadap kesatuan dan kerukunan hidup kemajemukan, hidup yang di bingkai dari Bhineka Tunggal Ika”. Begitu juga pujian yang datang dari Paus Paulus II (1979) pada event Konferesi Internasional yang dihadiri oleh seluruh tokoh dan pembesar agama dunia. Paus mengatakan bahwa “Indonesia meskipun terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama, namun hidup dalam kerukunan dan keramahtamahan”.
Pujian tersebut diakui dunia karena Indonesia memiliki semboyan yang kokoh we are many but we are one is perhaps the best expression to illustrate the Indonesian nation. “A nation of unity diversity (Bhineka Tunggal Ika)” that is the national motto etablished at the time Indonesia proclaimed her independence in 1945. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya walupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Inilah yang menggambarkan bahwa Indonesia beragam.
Parekh (1997 : 167) menyebutkan bahwa “Just society with several religion or languages are multi religious or multi lingual, a society containing several cultures is multicultural”.  Indonesia merupakan negara yang multikultural, untuk menciptakan tatanan masyarakat tersebut tidaklah mudah, apalagi melihat konflik-konflik yang pernah terjadi di Indonesia. Salah satu konfliknya yaitu tentang perbedaan agama dan budaya, maka timbullah pertanyaan apa saja faktor yang mempengaruhi multikulturalisme? bagaimana peranan umat Islam dalam membangun multikultural? bagaimana bangsa Indonesia mampu membangun kesalehan dalam multikuturalisme?.
Keragaman budaya dan agama haruslah menjadi kemaslahatan bukan menjadi laknat bagi bangsa kita. Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, sehingga Islam perlu ikut andil dalam pembangunan multikultural. Peranan tersebutlah yang akan terwujudnya kesalehan multikultural di Indonesia.

2.      Konsep Multikulturalisme
Drew (2009) defined multiculturalism as multiethnic societies that relates to reflection or adaption to diverse ethnicities. The idea of being able to fluidly self-identity with a variety of cultures and races seems backward in the linear and categorical quest for self-identity, but in essence, all people are multicultural; a rich mixture of cultural origins and ancestors.
Dari pernyataan Drew (2009) bahwa multikultural adalah bagian dari multi etnik yang mana untuk merefleksasikan etnik tersebut di kehidupan. Multikultural juga berasal dari keberagaman adat dan ras yang melatar belakangi identitas seseorang. Itulah yang dinamakan multikultural menurut Drew.
Adapun akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikultural dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran). Multikuluralisme adalah gagasan yang lahir dari adanya perbedaan antara satu sama yang lainnya, baik itu perbedaan yang nampak ataupun tidak. Awal munculnya gagasan multikulturalisme karena adanya gejala sosial politik yang di akibatkan oleh perbedaan gagasan satu sama yang lainnya, sehingga multikulturalisme berkembang dengan pesat.
Amerika Serikat merupakan negara pertama yang mulai mengembangkan multikultualisme, akibat dari perkembangan teknologi yang pesat mengakibatkan persebaran paham atau gagasan multikulturalisme berkembang dengan sangat pesat, termasuk Indonesia yang langsung merasakan dampak tersebut.
Indonesia merupakan negara yang mencoba menanamkan gagasan multikulturalisme, gagasan ini muncul ketika jatuhnya presiden Soeharto dari kekuasaannya yang kemudian diikuti oleh masa reformasi yang pada waktu itu kebudayaan Indonesia mengalami disintegritasi. Sayangnya multikultural di Indonesia belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat Indonesia itu sendiri, sedangkan masyarakat itu seharusnya menjadi given dari hal tersebut. Masyarakat di Indoensia sangatlah beragam dan memiliki banyak perbedaan secara fisik amupun non fisik. Namun, masyarakat Indonesia belum bisa memahami bahwa perbedaan tersbut bisa menjadi rahmat untuk semuanya. Hal inilah yang menyebakan gagasan multikulturalisme di Indonesia belum bisa sesuai dengan makna itu sendiri, karena masih banyaknya konflik yang terjadi satu sama yang lainnya.
Konsep multikulturalisme yaitu konsep yang biasanya memicu konflik dan juga bisa medorong komunikasi dan kepercayaan antara satu dengan yang lainnya. Konsep multikulturalisme juga tersirat dan tersurat di dalam Qs. Al-baqarah ayat 251.
ولولادفع االله النا س  بعضهم ببعض لفسد ت الا رض ولكن االله ذو فضل على العامين  ..
“... dan Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi, Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkannya) atas seluruh alam”.
            Secara eksplisit ayat diatas menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan beragam bentuk (golongan) dengan tujuan untuk memelihara keutuhan bumi dan merupakan salah satu wujud kemurahan Tuhan yang melimpahkan kepada umat manusia. Dengan demikian perbedaan merupakan salah satu sunnatullah yang kebenerannya tidak mungkin ditolak  oleh siapapun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa multikultural telah tersirat dalam al-qur’an.

3.      Pegaruh Agama dan Budaya terhadap Multikulturalisme
            Indonesia merupakan negara yang nation-state yaitu negara bangsa, dimana dihadapkan pada kenyataan bahwa Indonesia itu heterogen atau kebinekaan masyarakat sebagai warga negara. Dari heterogen tersebut dapat menimbulkan multikulturalisme yang mana bisa dipengaruhi oleh Agama dan Budaya.
            Agama merupakan kepercayaan seseorang terhadap apa yang mereka sembah. sehingga Anselm Von Feurbach mengatakan bahwa “Agama dalam bentuk apapun dia muncul, tetap merupakan kebutuhan ideal umat manusia”. Artinya manusia tanpa agama tidak dapat hidup sempurna. Manusia memerlukan agama bahkan menjadi fitrah dari kemanusiaan itu sendir. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasululah SAW:

ما من مولودالايولدعلاالفطرة فا بوا هحو دا نه وينصر انه ويمجسا نه كما تنتج ا البهيمة جعا ء هل تحسون فيها من جد عع ء ..... 
“Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (Fitrah). Kemudian kedua orangtuanyalah yang akan membuatnya mejadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat, maka apakah kalian merasa adanya cacat?.....”
            Sabda Nabi menjelaskan bahwa manusia itu dilahirkan dengan fitrah, artinya ditinjau dari konteks agama manusia dilahirkan dalam kebebasan memilih agama dan tidak ada paksaan untuk ikut dalam agama tersebut. Namun, melihat dari kebiasaan turun temurun bahwa setiap anak yang lahir akan mengikuti agama orangtua yang dianutnya, artinya agama yang dianut oleh orangtua akan diikuti oleh anaknya kelak. Karena kebebasan memilih agama tersebut maka muncullah perbedaan satu dengan yang lainnya. Hal ini menjadi faktor penyebab munculnya multikulturalisme.
            Adapun secara hakikat agama samawi miliki kesamaan yaitu lahir dari kebutuhan manusia yang akan terbentuk kepercayaan. Keanekaragaman kepercayaan khususnya di agama merupakan suatu sunnatullah yang tidak bisa dihindari lagi, sebagaimana tercantum di dalam penggalan Qur’an Surah Al-Maa’idah 48:

ولوشاء االله لجعلكم ا مة واحدةولكن ليبلوكم في ما ا تكم فستبقو االخيرت , الى ا االله مر جعكم جميعا فينبئكم بما كنتم فيه تختلفو ن .

“... kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikannya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikannya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu di beritahukannya kepadamu terhadap apa yang kamu perselisihkan”.            
            Dalam penggalan ayat tersebut dinyatakan dengan jelas bahwa Allah akan menguji kaumnya dengan perbedaan agama. Ayat ini juga menguatkan bahwa agama sangat mempengaruhi sekali keberagaman yang terjadi. Namun, walaupun berbeda-beda agamanya Allah memerintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Hal ini merupakan suatu perintah kepada umat Islam untuk berlomba-lomba dalam kebaikan walaupun berlomba dengan orang yang berbeda agamanya.
            Agama yang berkaitan dengan manusia tidak dipahami sebagai doktrin dan sistem moral yang terpisah. Namun, sesungguhnya agama tidak memiliki nilai-nilai dalam diri agama itu sendiri tapi mengandung ajaran-ajaran yang menjadi salah satu elemen yang dapat membentuk kebudayaan.
            Karen Amstrong dalam bukunya Sejarah Tuhan (2001) menyebutkan hingga awal abad ke 7 Masehi kebanyakan orang Arab percaya bahwa Allah yang mereka sembah adalah Tuhan yang sama dengan Tuhan yang mereka sembah yaitu orang-orang Kristen dan Yahudi. Semua orang Arab dengan latar belakang agama yang berbeda-beda menggunakan nama Allah untuk menyebut Tuhan tertinggi yang disebut Tuhan Langit.  Pendapat dalam buku Sejarah Tuhan merujuk pada semua agama itu sama, yaitu sama-sama menyembah apa yang mereka anggap sebagai Tuhannya.
            Agama merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam multikulturalisme karena setiap orang memiliki Tuhan yang mereka sembah. Agama sering kali menjadi konflik dalam kerusuhan yang terjadi, padahal Allah SWT telah jelas menyebutkan walaupun berbeda-beda agama namun manusia harus hidup dalam kerukunan.  Islam merupakan agama yang menjungjung tinggi toleransi umat beragama, hal ini terdapat dalam ayat al-qur’an sebanyak 300 ayat kurang lebih yang secara eksplisit mengajak  umat islam dan umat lainnya untuk menjaga keutuhan bumi ini. Jadi agama merupakan faktor yang mempengaruhi multikulturalisme.
            Faktor kedua yang mempengaruhi multikulturalisme ialah budaya. Secara etimologis “kebudayaan” berasal dari kata “budaya” yang berasal dari kata “budhi” yang artinya akal, pikiran, pengertian, faham, pendapat, ikhtiar dan “daya” yang artinya tenaga, kekuatan dan kesanggupan. Clyde Kluckhon dalam bukunya A Critical Review of Concept and Derfinition  menyebutkan bahwa kebudayaan yaitu pola-pola kehidupan yang diciptakan dalam perjalanan sejarah, eksplisit maupun implisit, rasional maupun tidak yang dijadikan sebagai pedoman manusia.
            Kebudayaan juga merupakan adat kebiasaan yang dilakukan oleh semua manusia, entah itu berpengaruh positif ataupun negatif. Allah SWT berfirman mengenai kebudayaan sebagaimana yang tersirat di dalam Qs. Al-baqarah 115:

واالله المشر ق والمغرب فاينما تولوا فثم وحه االله , ان االله وا سع عليم .
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap, disitulah wajah Allah, sesungguhnya Allah maha luas (rahmatnya) lagi maha mengetahui”.
            Walaupun kebudayaan diakui eksistensinya di dalam al-qur’an namun tidak memiliki azaz relativisme kebudayaan dalam arti mengakui adanya kebenaran relatif yang diciptakan oleh kebudayaan-kebudayaan yang telah ada. kebudayaan sangat berpengaruh terhadap kerukunan, karena kebudayaan setiap orang atausetiap suku selalu berbeda-beda. Hal ini yang menyebabkan timbulnya konflik ataupun timbulnya perbedaan yang sangat mempengaruhi terhadap multikulturalisme. Seperti kita ketahui salah satu konflik yang terjadi yaitu kerusuhan karena adat kebudayaan yang berbeda. Inilah yang harus di jadikan sebagai acuan bahwa bedanya kebudayaan jaangan dijadikan sebagai faktor terjadinya kerusuhan atau permusuhan dengan yang lainnya.
            Kedua faktor terebut antara lain Agama dan Budaya sangat berpengaruh sekali kepada multikulturalisme. Dua aspek tersebut juga sangat diharapkan dapat menjadi faktor pendukung untuk membangun kesalehan multikultural.

4.      Peran Ummat Islam dalam Membentuk Kesalehan Multikutural
            Menurut Abraham Maslow teori Human of motivation bahwa kebutuhan dasar manusia (basic needs) yang menjadi kebutuhan pertama ialah sandang pangan papan, kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman, ketiga kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang , keempat yaitu kebutuhan akan penghargaan atau pengakuan, kelima kebutuan akan aktualisasi diri.
            Fenomena kerusuhan  SARA yang terjadi di Indonesia jika ditinjau dengan teori Maslaw maka kita dapat mengetahui bahwa akibat dari kerusuhan atau konflik yang terjadi di Indonesia karena manusia memiliki basic needs yang keempat yaitu kebutuhan akan penghargaan dan pengetahuan. Pengingkaran  masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui merupakan akar dari ketimpangan diberbagi kehidupan. Islam adalah agama yang mengakui dan menghargai perbedaan, bahkan perbedaan didalam Islam itu adalah sebuah rahmat.
            Multikulturalisme ialah sebuah ideologi dan juga sebuah alat yang berfungsi untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya. (Hamid, HAM dalam Presfektif Islam : 198).  Maka, konsep multikulturalisme sesuai dengan ajaran islam dalam memandang keragaman, begitu juga sesuai dengan basic needs nya manusia. Oleh karena itu, maka Islam bisa membentuk kesalehan multikulturalisme.
            Kesalehan adalah suatu tindakan yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain, serta dilaksanakan atas kesadaran diri sendiri dan orang lain, serta dilakukan juga atas ketundukan terhadap ajaran Tuhan. Mulkhan (2005) mengatakan bahwa amal shaleh merupakan implementasi dari keimanan seseorang yang dilakukan secara sadar dan ikhlas. Tujuan dari kesalehan agar manusia bebas dari sekedar ritus yang hanya penting bagi Tuhan Yang Maha Esa. Adapun kesalehan bagi pemeluk agama Islam ialah bagaimana praktik keberagaman yag dilakukan bisa memberi manfaat bagi semua orang baik Muslim, Yahudi, Nasrani, Hindu, Buddha, dan agama yang lainnya.
            Kesalehan dalam multikultural adalah penegasan tentang bagaimana keguanaan tindak kesalehan itu berdimensi terbuka melampaui batas-batas etnis, kebangsaan, paham keagamaan dan kepemelukan agama tertentu. Ummat Islam harus memegang teguh syari’at yang di bawa oleh Rasulullah, dimana syariatnya ialah rahmatan lil’a’lamin. Sebagai ummat Islam hendaklah memberikan keteladanan dalam berakhlak dan menjadi pelopor dalam kebaikan. Untuk itu maka ummat Islam sangat berperan dalam membangun kesalehan multikultural.
            Pada zaman Nabi Muhammad SAW telah di contohkan oleh Nabi bahwa ummat Islam haruslah melakukan kebaikan, karena inti dari kesalehan multikultural itu sendiri yaitu kebaikan atau akhlak yang baik yang dilakukan oleh setiap individu. Hal ini sesuai dengan contoh Nabi beliau hidup dalam negara yang memilki keragaman kultur dan agama yang sangat banyak, tapi Rasul selalu hidup dalam kerukunan. Untuk hidup dalam kerukunan muncullah Piagam Madinah yaitu perjanjian yang dilakukan oleh Rasul beserta ummat Islam dengan kaum Yathrib untuk tidak mengganggu sama sama lain dan hidup dalam kerukunan. Keberhasilan piagam madinah itu merupakan salah satu contoh bahwa Islam merupakan agama yang memikirkan kaum lainnya dan agama Islam sebagai agama yang rahmatan lil’a’lamin, sehingga pada saat ini dunia mengakui keberhasilan konsep negara yang dibangun Rasulullah SAW yaitu masyarakat Madani (Civil society).
            Dalam membangun kesalehan multikultural, ummat Islam dapat menunjukannya dengan kesalehan dalam prilakunya sendiri, karena muslim yang hebat atau muslim yang ikut serta dalam membangun kesalehan multi kultural ialah muslim yang mejalankan akhlak karima dengan siapapun baik itu beda agama, beda suku, beda etnis dan yang lainnya. Dengan berprilaku saleh secara akhlak kepada siapapun dalam keragaman, ini akan menunjukan bahwa islam adalah agama yang rahmatan lil alamin dan menunjukan pula bahwa ummat islam dapat berperan dalam membangun kesalehan multikultural.
            Hal tersebut sesuai dengan cerita Rasulullah yang selalu memberikan makan kepada seorang pengemis Yahudi yang buta. Padahal pengemis tersebut selalu berpesan kepada Rasul “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Walaupun demikian Rasul selalu memberi makan dan menyuapinya. Hal tersebut sebagai contoh kepada ummat Islam agar senantiasi berbuat baik kepada siapapun tanpa memandang agama, ras, suku, ataupun yang lainnya. Perilaku Rasul merupakan salah satu cara untuk membangun kesalehan multikultural yang diawali oleh Akhlakul kharimah yang terdapat dalam jiwa seseorang.
            Dalam membentuk kesalehan multikultural ummat Islam haruslah senantiasa memiliki akhlak yang baik seperti selalu bertoleransi, berbuat baik terhadap siapapun, tidak menganggu agama lain. Dengan hal tersebutlah maka kesalehan multikultural akan terbangun. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Al-an’am ayat 108: “Dan janganlah kamu memakai sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka menanti akan memakai Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat mengganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.
            Merujuk pada firman Allah Q.S. Al-an’am ayat 108, bahwa untuk membentuk kesalehan multikultural dibentuk dari akhlak-akhlak setiap ummat Islam itu sendiri seperti tidak menghina ummat lainnya, melecehkan dan memerangi ajaran agama lain. Dalam membentuk kesalehan multikultural ummat Islam menanamkan nilai toleransi yang tinggi terhadap agama dan budaya lainnya, karena kesalehan sosial sangat dikedepankan oleh ummat Islam. Perbedaan dan kemajemukan dijadikan sebagai motivator dalam beromba-lomba untuk kebaikan. Di dalam kesalehan multikultural ini amal shaleh dan akhlak kharimah seorang muslim tidak dibatasi oleh etnis, suku, budaya.

5.      Kalimatun Sawa
            Dalam membentuk kesalehan multikultural sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa kesalehan multikultural dapat dibentuk salah satunya dengan akhlak yangbaik atau sering di sebut Akhlakul Kharimah. Multikultural itu sendiri harus menjadi “rahmat” yang dapat menghasilakan kesejahteraan bukan menjadi “laknat” yang enimbulkan kerusuhan-kerusuhan yang telah terjadi masa lampau di Indonesia. Supaya menjadi “rahmat” maka harus adanya sikap inklusif  (terbuka) atau bisa disebut juga inklusivisme. Menurut Nucholis Majid (2001) inklusif ialah siakap yang bertujuan untuk menumbuhkan suat sikap kejiawaan yang melihat adanya kemungkinan orang lain itu benar.
            Tuhan memerintahkan Nabi Muhammad dalam rangka ahlu kitab untuk membangun titik temu atau sering disebut dengan kalimatun sawa , terutama dalam rangka menyembah Allah dan menyerahkan diri kepada Allah secara total (Q.S Ali-imran :64). Maksud titik temu atau kalimatun sawa ialah suatu titik temu ditengah keragaman dengan adanya berbagai perbedaan.
            Disadari atau tidak bahwa di Indonesia sendiri telah menanamkan yang namanya kalimatun sawa yaitu ideologi kita yakni Pancasila. KH. Abdurrahman Wahid mengatkan bahwa “Pancasila bukan agama, tidak bertentangan dengan agama, dan tidak digunakan untuk menggantikan kedudukan suatu agama”. Pancasila merupakan suatu titik temu tentang agama-agama yang ada di Indonesia, karena di Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keragaman termasuk keragaman. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila ialah merupakan kalimatun sawa diantara agama-agama yang ada di bumi pertiwi ini. Analisis pancasila sebagai kalimatun sawa sebgai berikut ini:
            Sila pertama ialah Ketuhanan yang Maha Esa. Keyakinan manusia terhadap Tuhan yang Maha Esa terdapat kesamaan. Tidak satupun yang tidak mengakuinya karena itu merupakan fitrah dari manusia dan merupakan suatu keterbatasan manusia kecuali orang ateis. Sila yang pertama ini menjadi suatu esensi dari persamaan kebutuhan dan keyakinan. Keberimanan inilah yang menjadi titik temu perbedaan yang ada. Ketauhidan tersebut menjadi pada akhirnya menjadi implikasi dari nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
            Sila kedua yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab. Bahwa semua agama mengakui nilai-nilai yang universal dan juga semua agama menjunjung tinggi keadilan dan keberadaban. Inilah yang dimaksud dengan keeksistensi dari amal sholeh.
            Sila ketiga adalah Persatuan Indonesia. Hasil dari titik temu keberimanan dan amal shaleh akan menghasilakan persatuan . semua umat menghendaki yang namanya persatuan antar semua umat.
            Sila ke empat adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Apabila semua umat telah menemukan keimanan dan amal shaleh akan menghasilkan cooperative  atau kerjasama yang akan menimbulkan permusyawaratan.
            Sila yang kelima ialah Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dimana sila ini termasuk di dalamnya yaitu kesalehan sosial. Ketika keadilan sosial telah ditegakkan oleh semua umat maka konflik atau kerusuhan yang terjadi akan bisa diminimalisasikan bahkan bisa tidak ada sama sekali.
            Dalam rangka membangun titik temu dan membentuk kesalehan multikultural diperingatkan dan diperintahkan oleh Allah SWT agar menggunakan dakwah atau kehidupan yang selalu Toleran, hal ini terdapat dalam Q.S Al-Nahl: 125.

6.      Kesimpulan
            Konflik yang terjadi di Indonesia khususnya konflik SARA bersumber dari masalah agama dan budaya. Agama dan budaya merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik-konflik tersebut. Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin hadir dalam memberikan prespektif kebergaman atau multikultural untuk mengatasi konflik-konfik tersebut. 
            Peran ummat Islam dalam mengatasi konflik-konflik SARA tersebut dengan mencoba menerapkannya peranan ummat Islam dalam membangun kesalehan multikultural. Kesalehan multikulturalisme dapat dibangun oleh ummatnya sendiri dengan cara menjalankan akhlak karima kepada siapapun baik itu beda agama, beda suku, ataupun beda ras. Dengan berprilaku saleh secara akhlak kepada siapapun maka kesalehan multikultural dapat dibangun dan dapat mengatasi atau mencegah terjadinya konflik-konflik seperti yang telah dijelaskan.
            Multikultural hanyalah perbedaa-perbedaan yang sebatas cabang dari inti kehidupan. Misi dari semua agama ialah membuat perdamaian di dunia dan di akhirat. Perbedaan hanya ketika menjalankan syariatnya itu sendiri. Jalankan syariat agama masing-masing dengan berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan dengan agama lain. Sehingga tidak perlu kita memaksa orang lain untuk sama dengan apa yang kita inginkan. Karena di Indonesia telah menemukan titik temu atau kalimatun sawa yaitu Pancasila yang merupakan kalimatun sawa diantara agama-agama yag ada di bumi pertiwi ini.

            Dapat penulis simpulkan bahwa peran ummat Islam dalam membangun kesalehan multikultural adalah dengan cara menanamkan akhlakul karima, karena ini menunjukan bahwa umat islam agama yang rahmatan lil’alamin . Dengan demikian ketika orang memegang teguh nilai-nilai kebaikan pada agamanya dan agama yang lainnya seperti nilai toleransi, maka kesalehan multikultural  akan terwujud.  Sehingga bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang aman, dan bersahanya sesuai dengan kalimatun sawa yaitu pancasila.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UBERTOS

Alasan memilih kuliah di UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Style photographed